Rabu, 12 November 2008

Misi Hidup Dalam Sebuah Kerja

Seorang wanita tua. Bertubuh gemuk, dengan senyum jenaka di sela-sela pipinya yang bulat, duduk menggelar nasi bungkus dagangannya. Segera saja beberapa pekerja bangunan dan kuli angkut yang sudah menunggu sejak tadi mengerubungi dan membuat sibuk meladeni. Bagi mereka menu dan rasa bukan soal, yang terpenting adalah harganya yang luar biasa murah.

Hampir-hampir mustahil ada orang desa bisa berdagang dengan harga sedemikian rendah. Lalu apa untungnya? Wanita itu terkekeh menjawab, “Bisa numpang makan dan beli sedikit sabun.” Tapi bukankah ia bisa menaikkan harga sedikit? Sekali lagi ia terkekeh, “Lalu bagaimana kuli-kuli itu bisa beli? Siapa yang mau menyediakan sarapan buat mereka?” katanya sambil menunjukkan para lelaki yang kini berlompatan di atas truk pengantar mereka ke temat kerja.

Ah! Betapa cantiknya, bila sebongkah misi hidup dipadukan dalam sebuah kerja. Orang-orang yang memahami benar kehadiran karyanya, sebagaimana wanita tua diatas, yang berkerja demi setitik kesejahteraah hidup manusia,adalah tiang penyangga yang menahan langit agar tak runtuh. Merakalah beludru halus yang membuat jalan hidup yang tampak keras berbatu ini menjadi lembut bahkan mengobati luka. Bukanlah demikian tugas kita dalam kerja, menghadirkan secercah kesejahteraan bagi sesama…gito prend, so kalo prend2 semua udah kerja ne jangan mikirin gaji tok ya, kasihan tu perusahaannya, nggak cepat maju.Atau singkatnya “Nikmatilah Posisimu didunia & Kerjakanlah sebaik mungkin”….ngerti kan kalimatku itu…Loch nggak ngerti kasih komentar yach…..Ocre.

Kamis, 06 November 2008

Paku

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap dia marah.

Hari pertama anak itu telah memakukan 48 pakau kepagar setiap kali dia marah. Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar. Akhirnya tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu pakau untuk setiap hari dimana dia tidak marah.

Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya ke pagar. “Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi, lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya.”Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini di hati orang lain.

Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu. Tetapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf, luka itu aka tetap ada dan luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik.